Ilustrasi skizofrenia (ANTARA/Shutterstock/Burdun Illiya)
Jakarta (ANTARA) – Guru besar ilmu kedokteran jiwa, neurologi dan ilmu saraf Universitas John Hopkins Daniel Weinberger mengatakan skizofrenia sering disalahpahami oleh penderitanya sebagai kepribadian ganda (gangguan identitas disasosiatif).
"Nama skizofrenia sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti pikiran terbelah. Ini merujuk pada kondisi terpecahnya fungsi-fungsi psikologis dalam satu pikiran," kata Weinberger dilansir dari AOL, Rabu.
Sedangkan gangguan identitas disosiatif dicirikan oleh dua atau lebih kepribadian yang berbeda mengendalikan perilaku seseorang dan menyebabkan kesenjangan dalam memori ketika kepribadian yang satu dihilangkan.
Ahli kedokteran jiwa lainnya Dr Deepak D’Souza dari Universitas Yale mengatakan skizofrenia adalah penyakit mental yang paling menghancurkan – karena menyerang sebelum seseorang mencapai potensinya.
Gangguan mental itu biasanya muncul di awal masa dewasa, antara usia 15 hingga 25 tahun.
Selain itu, ada stigma tentang penderita skizofrenia itu berbahaya, karena kondisi itu diasosiasikan orang-orang dengan kemarahan, psikosis, dan kegilaan, menurut guru besar kedokteran jiwa dari Columbia University Dr Jeffrey Lieberman, penulis buku "Malady of the Mind: Skizofrenia dan Jalan Menuju Pencegahan".
Padahal, menurut Lieberman, kebanyakan individu dengan skizofrenia jauh lebih mungkin merasa dirinya tidak aman daripada membuat orang lain merasa tidak aman.
Baca juga: Masyarakat diimbau segera konsultasi jika alami ciri gangguan jiwa
Ini dialami oleh Henry Cockburn, seorang mahasiswa seni yang pada usia 20 tahun mengalami episode psikosis itu tapi awalnya mengira itu hanya gairah spiritual semata.
"Saya melihatnya sebagai kebangkitan spiritual dan bukan skizofrenia paranoid," kata Cockburn, mengenang kejadian yang menimpanya pada Februari 2002.
Kala itu, Cockburn merasa seperti ada "kekuatan jahat" yang mengikutinya. Perasaan diikuti itu yang mendorongnya untuk melakukan perjalanan tanpa alas kaki sekitar 113 kilometer dan mencoba berenang di perairan yang beku untuk melarikan diri.
"Rasanya seperti saya sedang buron, dan jika Anda keluar dari sistem, sistem tidak menyukainya," kata Cockburn.
Untunglah ia bisa diselamatkan oleh nelayan sebelum mengalami hipotermia.
Nelayan itu menemukan Cockburn hampir pingsan lalu membawanya ke rumah sakit umum untuk mendapat pertolongan.
Cockburn kemudian dirujuk ke rumah sakit jiwa dan memperoleh didiagnosis menderita skizofrenia dari dokter.
“Saya agak kesal dan marah saat itu, seperti, ‘Mengapa orang tidak bisa memahami saya?'" kata Cockburn.
Baca juga: Pentingnya kepatuhan berobat bagi pasien bipolar dan skizofrenia
Gangguan otak kronis yang mempengaruhi sekitar 24 juta orang, atau sekitar 0,32 persen populasi dunia itu seringkali ditandai dengan delusi (keyakinan palsu), halusinasi (melihat atau mendengar hal yang tidak nyata), pemikiran yang tidak teratur, dan kurangnya motivasi.
Faktor risiko skizofrenia meliputi kombinasi genetika, kimia otak, serta faktor lingkungan seperti stres dan trauma. Penggunaan ganja pada usia muda juga dikaitkan sebagai faktor pemicu.
Meskipun tidak dapat disembuhkan, skizofrenia dapat dikurangi secara efektif melalui pengobatan, termasuk obat antipsikotik dan terapi bicara seperti "Cognitive Behavioral Therapy" (CBT).
Terbukti, Cockburn pun bisa menyelesaikan studinya dan menjadi seniman serta berbagi pengalamannya untuk memberi harapan kepada yang lain agar jangan menyerah dengan apapun.
"Saya dapat melihat sudut pandang mereka lebih banyak sekarang. Saya selalu percaya bahwa bahkan di saat-saat tergelap Anda, selalu ada seseorang yang memperhatikan Anda di suatu tempat. Anda tidak sendirian," kata dia pula.
Baca juga: Jenis-jenis disabilitas mental, ada skizofrenia dan bipolar
Penerjemah: Abdu FaisalEditor: Indriani Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.